Hati kita pernah sama-sama rusak.
Pernah retak, bahkan pecah hingga  terserak.
Kau dengan gurat lukamu, aku dengan semburat perihku.
Kita  sepasang pelupuk penakar airmata yang sedang mencari pembebatnya.
Seharusnya, kau dan aku bisa saling menjadi obat.
Kita telah  sama-sama tahu bahwa menimbun sayat tak kan membuat sehat.
Tapi mengapa  kita justru saling menebar sengat?
Tak cukupkah lebam yang masih belum  hilang benar birunya?
Haruskah kau tambahkan airmata agar semakin  semarak warna lukanya?
Aku hanya ingin duduk berdua.
Berbicara tanpa kernyit di dahi, tanpa  sakit di hati, tanpa lidah yang memaki.
Tak lelahkah kau akan  pertengkaran yang berujung pada saling diam?
Bukankah cinta itu tentang  perihal saling memahami dan membuka diri?
Egoku telah berlutut di  hadapanmu.
Maka bisakah kau sedikit meredam amarah, menghilangkan  cemburu, dan mencoba menaruh percaya padaku?
Lalu peluk aku sebentar  saja, hingga berhenti isak tangisku, hingga aku tenggelam dalam tenang.
Credit to: Syauqi Kamal Fuadi
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar